Selasa, 29 November 2011

ORGANISASI MANAJEMEN

A. Latar Belakang
Organisasi  adalah  sarana  dalam  pencapaian  tujuan,  yang  merupakan  wadah kegiatan dari orang-orang yang bekerja sama dalam usahanya mencapai tujuan. Organisasi  atau  perusahaan  harus mampu  mengelolah  manajemennya  untuk memenangkan persaingan pada era yang serba kompetitif supaya dapat bertahan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan tujuan perusahaan.
Setiap perusahaan, baik yang bergerak dibidang produksi, jasa maupun industri, pada umumnya memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan. Supaya dapat mencapai  tujuan  itu,  perusahaan  memerlukan  sistem  manajemen  efektif  yang akan menunjang jalannya operasi perusahaan secara terus-menerus dan tingkat efektivitas kerja karyawan juga perlu diperhatikan.
Perusahaan memiliki beberapa bagian pada umumnya, yakni bagian pemasaran, bagian  keuangan,  bagian  produksi,  bagian  sumber  daya  manusia,  dan  bagian administrasi.  Masing-masing  bagian  tersebut  melaksanakan  kegiatan  yang berbeda  tetapi  saling  berhubungan  satu  sama  lain.  Tingkat  kegiatan  yang dilaksanakan  perusahaan  akan  mengalami  perubahan  dari  suatu  periode  ke periode  berikutnya.  Adanya  perubahan  tersebut  mengharuskan  manajemen mengadakan koordinasi dalam suatu perusahaan dan menciptakan wadah yang merupakan alat komunikasi antar bagian yaitu struktur organisasi.
Perusahaan memiliki beberapa bagian pada umumnya, yakni bagian pemasaran, bagian  keuangan,  bagian  produksi,  bagian  sumber  daya  manusia,  dan  bagian administrasi.  Masing-masing  bagian  tersebut  melaksanakan  kegiatan  yang berbeda  tetapi  saling  berhubungan  satu  sama  lain.  Tingkat  kegiatan  yang dilaksanakan  perusahaan  akan  mengalami  perubahan  dari  suatu  periode  ke periode  berikutnya.  Adanya  perubahan  tersebut  mengharuskan  manajemen mengadakan koordinasi dalam suatu perusahaan dan menciptakan wadah yang merupakan alat komunikasi antar bagian yaitu struktur organisasi.
Koordinasi  diperlukan  untuk  memperoleh  kesatuan  tindak  dalam  mencapai tujuan perusahaan. Tanpa adanya koordinasi, orang-orang atau fungsi yang ada akan  lebih  mengejar  kepentingannya  sendiri  sehingga  mengorbankan  tujuan perusahaan.  Koordinasi  antar  bagian  sesuai  dengan  kegiatan  perusahaan  akan menjadi  salah  satu  faktor  pendukung  terhadap  kelancaran  dan  keberhasilan pelaksanaan kegiatan perusahaan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan. Pada struktur organisasi terdapat garis hubungan antar manajer dan karyawan yang memiliki garis hubungan antar tugas,wewenang, dan tanggung jawab.
Penggunaan wewenang secara bijaksana merupakan factor kritis bagi efektevitas organisasi. Oleh sebab itu, pada bab ini akan di bahas peranan pokok wewenang dalam fungsi pengorganisasian, termasuk beberapa konsep yang berkaitan erat dengan faktor tersebut. Pertama-tama akan di uraikan peranan wewenang, dan hubungan wewenang dan kekuasaan sebagai metoda formal, dimana manajer menggunakannya untuk mencapai tujuan individu maupun organisasi.

B. Permasalahan
1. Bagaimana pengertian dari wewenang organisasi?
2. Bagaimana struktur lini, staf, dan fungsional dan wewenangnya?
3. Apa pengertian manajemen ?
4. Apa fungsi-fungsi manajemen ?

C. Landasan teori
Dalam  ilmu-ilmu sosial, organisasi dipelajari oleh periset dari berbagai bidang ilmu, terutama sosiologi, ekonomi, ilmu politik, psikologi, dan manajemen.
Kajian  mengenai  organisasi  sering  disebut  studi  organisasi (organizational studies),  perilaku organisasi (organizational behaviour), atau analisa organisasi (organization analysis).
Terdapat  beberapa  teori  dan  perspektif  mengenai  organisasi,  ada  yang  cocok sama  satu  sama  lain,  dan  ada  pula  yang  berbeda.
Organisasi  pada  dasarnya digunakan  sebagai  tempat  atau  wadah  dimana  orang-orang  berkumpul, bekerjasama secara rasional dan sistematis, terencana, terorganisasi, terpimpin dan  terkendali,  dalam  memanfaatkan  sumber  daya  (Money,  Material,  Men, Methodh,     Marketing),  sarana-parasarana,  data,  dan  lain  sebagainya  yang digunakan secara efisien dan efektif untuk mencapai tujuan organisasi
Menurut para ahli terdapat beberapa pengertian organisasi sebagai berikut :
• Organisasi adalah suatu pola hubungan-hubungan yang melalui mana orang-orang di bawah pengarahan atasan mengejar tujuan bersama (Stoner)
• Organisasi adalah bentuk setiap perserikatan manusia untuk mencapai tujuan bersama . (James D. Mooney)
• Organisasi adalah  merupakan  suatu  sistem aktivitas  kerja  sama  yang dilakukan oleh dua orang atau lebih. (Chester I. Bernard )
• Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan. (Stephen P. Robbins)
Sebuah  organisasi  dapat  terbentuk  karena  dipengaruhi  oleh  beberapa  aspek seperti  penyatuan  visi dan  misi serta  tujuan  yang  sama  dengan  perwujudan eksistensi  sekelompok  orang  tersebut  terhadap  masyarakat Organisasi  yang dianggap  baik  adalah  organisasi  yang  dapat  diakui  keberadaannya  oleh masyarakat  disekitarnya,  karena  memberikan  kontribusi  seperti : pengambilan sumber daya manusia dalam masyarakat sebagai anggota-anggotanya sehingga menekan angka pengangguran.
Orang-orang yang ada di dalam suatu organisasi mempunyai suatu keterkaitan yang  terus  menerus.  Rasa  keterkaitan  ini,  bukan  berarti  keanggotaan  seumur hidup. Akan tetapi sebaliknya, organisasi menghadapi perubahan yang konstan di  dalam  keanggotaan  mereka,  meskipun  pada  saat  mereka  menjadi  anggota, orang-orang dalam organisasi berpartisipasi secara relatif teratur.

D.Pembahasan Masalah
Pengertian Wewenang Organisasi
Wewenang (Authority) merupakan syaraf yang berfungsi sebagai penggerak dari pada kegiatan-kegiatan. Wewenang yang bersifat informal, untuk mendapatkan kerjasama yang baik dengan bawahan. Disamping itu wewenang juga tergantung pada kemampuan ilmu pengetahuan, pengalaman dan kepemimpinan. Wewenang berfungsi untuk menjalankan kegiatan yang ada dalam organisasi. Wewenang dapat diartikan sebagai hak untuk memerintah orang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu agar tujuan dapat tercapai. Pengorganisasian (Organizing) merupakan proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya-sumber daya yang dimilikinya dan lingkungan yang melingkupinya.
T. Hani Handoko membagi dua pandangan yang saling berlawanan mengenai sumber wewenang:
•  Teori Formal(Pandangan klasik): wewenang adalah dianugrahkan ; wewenang ada karena seseorang diberikan atau dilimpahkan hal tersebut. Pandangan mengangap bahwa wewenang berasal dari tingkat masyarakat yang sangat tinggi dan kemudian secara hukum diturunkan dari tingkat ketingkat.
•  Teori Penerimaan (acceptance theory of authority): berpendapat bahwa wewenang seseorang timbul hanya bila hal itu diterima oleh kelompok atau individu kepada siapa wewenang tersebut dijalankan dan ini tidak tergantung pada penerima ( reciver)
Struktur Lini, Staf, dan fungsional dan wewenangnya
1. Organisasi lini: semua organisasi mempunyai sejumlah fungsi-fungsi dasar yang harus dilaksanakan. Contohnya: organisasi perusahaan biasanya mempunyai tiga fungsi dasar yaitu produksi manufaktur atau operasi, pemasaran atau penjualan dan keuangan. Fungsi-fungsi dasar tersebut dilaksanakan oleh semua organisasi.
2. Organisasi Lini dan Staf: staf merupakan individu atau kelompok dalam struktur organisasi yang fungsi utamanya memberikan saran dan pelayanan terhadap fungsi lini. Karyawan staf atau staf departemen tidak secara langsung terlibat dalam kegiatan utama organisasi atau departemen.
Wewenang lini, staf dan fungsional
1. Wewenang lini, adalah wewenang dimana atasan melakukannya atas bawahannya langsung. Yaitu atasan langsung memberi wewenang kepada bawahannya, wujudnya dalam wewenang perintah dan tercermin sebagai rantai perintah yang diturunkan ke bawahan melalui tingkatan organisasi.
2. Wewenang staf, adalah hak yang dipunyai oleh satuan-satuan staf atau para spesialis untuk menyarankan, memberi rekomendasi, atau konsultasi kepada personalia ini. Kualifikasi yang harus dipenuhi oleh orang yang duduk sebagai Staf yaitu dengan menganalisa melalui metode kuisioner, metode observasi, metode wawancara atau dengan menggabungkan ketiganya.
Kualifikasi utama yaitu memiliki keahlian pada bidangnya dan punya loyalitas yang tinggi. Konsekuensi organisasi yang menggunakan staf yaitu menambah biayaadministrasi struktur orgasisasi menjadi komplek dan kekuasaan, tanggung jawab serta akuntabilitas. yaitu memiliki keahlian pada bidangnya dan punya loyalitas yang tinggi. Wewenang staf Yaitu hak para staf atau spesialis untuk menyarankan, memberi rekomendasi konsultasi pada personalia yang tinggi, Hal yang perlu diperintahkan dalam mendelegasikan suatu kegiatan kepada orang yang ditujuk yaitu:
1.Menetapkan dan memberikan tujuan serta kegiatan yang akan dilakukan
2.Melimpahkan sebagian wewenangnya kepada orang yang di tunjuk
3.Orang yang ditunjuk mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan agar  tercapainya tujuan.
4.Menerima hasil pertanggung jawaban bawahan atas kegiatan yang dilimpahkan.
3. Wewenang staf fungsional, adalah hubungan terkuat yang dapat dimiliki staf dengan satuan-satuan lini.
Agar wewenang yang dimiliki oleh seseorang dapat di taati oleh bawahan maka diperlukan adannya.
1.Kekuasaan ( power ) yaitu kemampuan untuk melakukan hak tersebut, dengan cara mempengaruhi individu, kelompok, keputusan. Menurut jenisnya kekuasaan dibagi menjadi 2 yaitu:
1.Kekuasaan posisi ( position power ) yang didapat dari wewenang formal, besarnya ini tergantung pada besarnya pendelegasian orang yang menduduki posisi tersebut.
2.Kekuasaan pribadi ( personal power ) berasal dari para pengikut dan didasarkan pada seberapa besar para pengikut mengagumi, respek dan merasa terikat pada pimpinan.
2.Tanggung jawab dan akuntabilitas tanggung jawab ( responsibility) yaitu kewajiban untuk melakukan sesuatu yang timbul bila seorang bawahan menerima wewenang dari atasannya. Akuntability yaitu permintaan pertanggung jawaban atas pemenuhan tanggung jawab yang dilimpahkan kepadanya. Yang penting untuk diperhatikan bahwa wewenang yang diberikan harus sama dengan besarnya tanggung jawab yang akan diberikan dan diberikan kebebasan dalam menentukan keputusan-keputusan yang akan diambil.
3.Pengaruh ( influence ) yaitu transaksi dimana seseorang dibujuk oleh orang lain untuk melaksanakan suatu kegiatan sesuai dengan harapan orang yang mempengaruhi. Pengaruh dapat timbul karena status jabatan, kekuasaan dan menghukum, pemilikan informasi lengkap juga penguasaan saluran komunikasi yang lebih baik.
Menurut sumber wewenang dibagi menjadi:
1.Kekuasaan balas jasa ( reward power ) berupa uang, suaka, perkembangan karier dan sebagainya yang diberikan untuk melaksanakan perintah atau persyaratan lainnya.
2.Kekuasaan paksaan ( Coercive power ) berasal dari apa yang dirasakan oleh seseorang bahwa hukuman ( dipecat, ditegur, dan sebagainya ) akan diterima bila tidak melakukan perintah,
3.Kekuasaan sah ( legitimate power ) Berkembang dari nilai-nilai intern karena seseorang tersebut telah diangkat sebagai pemimpinnya.
4.Kekuasaan pengendalian informasi ( control of information power ) berasal dari pengetahuan yang tidak dipercaya orang lain, ini dilakukan dengan pemberian atau penahanan informasi yang dibutuhkan.
5.Kekuasaan panutan ( referent power ) didasarkan atas identifikasi orang dengan pimpinan dan menjadikannya sebagai panutan.
6.Kekuasaan ahli ( expert power ) yaitu keahlian atau ilmu pengetahuan seseorang dalam bidangnya.
Pengertian Manajemen
Istilah  manajemen,  dalam  bahasa  Indonesia  hingga  saat  ini  belum  ada keseragaman.  Selanjutnya,  bila  kita  mempelajari  literatur  manajemen,  maka akan ditemukan bahwa istilah manajemen mengandung tiga pengertian yaitu:
1.  Manajemen sebagai suatu proses,
2.  Manajemen  sebagai  kolektivitas  orang-orang  yang  melakukan  aktivitas manajemen,
3.  Manajemen  sebagai  suatu  seni  (Art)  dan  sebagai  suatu  ilmu  pengetahuan (Science) Menurut pengertian yang pertama, yakni manajemen sebagai suatu proses, berbeda-beda definisi yang diberikan oleh para ahli.
Untuk  memperlihatkan  tata  warna  definisi  manajemen  menurut  pengertian  yang pertama itu, dikemukakan tiga buah definisi.
Dalam Encylopedia of the Social Sience dikatakan bahwa manajemen adalah suatu proses dengan mana pelaksanaan suatu tujuan tertentu diselenggarakan dan diawasi. Selanjutnya,Hilman  mengatakan  bahwa  manajemen  adalah  fungsi  untuk  mencapai sesuatu  melalui  kegiatan  orang  lain  dan  mengawasi  usaha-usaha  individu  untuk mencapai tujuan yang sama.
Menurut  pengertian  yang  kedua,  manajemen  adalah  kolektivitas  orang-orang  yang melakukan  aktivitas manajemen.  Jadi  dengan  kata  lain,  segenap  orang-orang  yang melakukan aktivitas manajemen dalam suatu badan tertentu disebut manajemen.
Menurut  pengertian  yang  ketiga,  manajemen  adalah  seni       (Art)  atau  suatu  ilmu pengetahuan.  Mengenai inipun  sesungguhnya  belum  ada  keseragaman  pendapat, segolongan  mengatakan  bahwa  manajemen  adalah  seni  dan  segolongan  yang  lain mengatakan bahwa manajemen adalah ilmu.
Fungsi-Fungsi Manajemen
Sampai saat ini, masih belum ada consensus baik di antara praktisi maupun di antara teoritis mengenai apa yang menjadi fungsi-fungsi manajemen, sering pula disebut  unsur-unsur  manajemen. 
Dari  beberapa  pendapat  para  penulis dapat  dikombinasikan, fungsi-fungsi manajemen adalah sebagai berikut:
Planning  Berbagai  batasan  tentang  planning  dari  yang  sangat sederhana  sampai dengan yang  sangat rumit.  Misalnya yang sederhana saja merumuskan  bahwa  perencanaan  adalah  penentuan  serangkaian  tindakan untuk  mencapai  suatu  hasil  yang  diinginkan. 
Menurut Stoner Planning adalah proses menetapkan sasaran dan tindakan yang perlu untuk mencapai sasaran tadi.

E. Penutup
Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap  komitmen  organisasi  diantaranya  adalah  kejujuran  dalam  pekerjaan, perhatian,   kepedulian   dan   kepercayaan   terhadap   karyawan,   perbedaan karakteristik  individu (usia,  tingkat  pendidikan,  jenis  kelamin,  status perkawinan,  karakteristik  yang  berhubungan  dengan  pekerjaan,  karakteristik struktural (formalitas, desentralisasi), pengalaman dalam kerja, kepercayaan dan penerimaan yang penuh atas nilai-nilai dan tujuan organisasi, keinginan bekerja keras demi kepentingan organisasi, dan keinginan untuk mempertahankan diri agar tetap menjadi anggota organisasi.
Berdasarkan  uraian  diatas  dapat  disimpulkan  bahwa  aspek-aspek  komitmen organisasi meliputi kemauan yang kuat untuk mempertahankan keanggotaannya dalam  organisasi  yang  ditandai  dengan  kesetiaan  pada  organisasi  atau perusahaan,  kemampuan  yang  kuat  berusaha  semaksimal  mungkin  demi kemajuan  dengan  ikut  mendukung  kegiatan-kegiatan  yang  sesuai  dengan sasaran organisasi serta adanya penerimaan nilai, tujuan dan sasaran organisasi.
Saran
•  Seorang pemimpin harus mengetahui semua hal yang menyangkut tentang organisasi baik secara individu mau kelompok.
• Seseorang pemimpin membutuhkan support yang kuat di belakangnya sehingga dia  bisa  menghadapi  tantangan  bisnis  serta  kompetisi  seberat  apapun  di depannya.
•  Seorang pemimpin tidak mengenal kata putus asa
•  Dan sebagai kesatuan dalam organisasi, seorang anggota harus  memiliki komitmen dalam berorganisasi.

Sabtu, 04 Juni 2011

KEADILAN

Apa sesungguhnya yang dimaksud dengan "kembali pada hukum, keadilan dan kemanusiaan" (back to law, justice and humanity). Apa maksudnya, karena tidak ada lagi hu-kum, keadilan dan rasa kemanusiaan di Indonesia? Apa proses hukum yang berintikan keadilan sudah jauh menyimpang dari keadilan dan kemanusiaan?

Atau karena ikut-ikutan latah saja, dikaitkan dengan ungkapan back to basic dan ada lagi back to nature? Atau mungkin ada alasan lain untuk menunjukkan, bahwa dalam proses peradilan dan penegakan hukum di Indonesia tidak ada yang "kebal hukum", siapa pun harus diperiksa "tanpa pandang bulu" termasuk "setan gundul" dan tidak perlu takut pada backing-backing-nya?

Atau mungkin ada sebab-sebab lain, seperti pelecehan terhadap lembaga peradilan? Apakah kondisi hukum dan keadilan di Indonesia sudah sedemikian ruwet semrawutnya seperti benang-benang kusut, semakin dibenahi semakin kisut? Atau karena aparat penegak hukum, tidak berhasil mengejar para pelaku tindak pidana korupsi, ibarat sulitnya mengejar layang-layang yang putus benangnya? (nututi layangan pedot).

Dalam kehidupan kita sehari-hari memang sering terdengar orang berkeluh kesah, bagaimana mungkin keadilan dapat ditegakkan di negeri kita, kalau seorang pencuri ayam dihukum berat, sedangkan seorang koruptor yang merugikan negara hanya dihukum ringan saja?

"Di mana letak keadilannya?"

Masyarakat kita pada umumnya sangat sederhana dalam pola pikirnya, terutama dalam masyarakat adat yang hanya mampu mengucapkan kalimat yang singkat saja, yaitu nyuwun adil (minta keadilan). Bahkan mitos yang pernah berkembang dan pernah kita dengar di masyarakat adalah "kapan datangnya ratu adil". Itu menunjukkan bahwa keadilan adalah sesuatu yang bersifat mendasar dalam kehidupan seorang manusia dan karena itu pula masalah yang juga paling mendasar ialah bagaimana "ukuran keadilan" itu sendiri.

Persoalan ini sudah berkembang sejak munculnya ilmu-ilmu sosial, dan sampai sekarang masih terus diperdebatkan orang. Karena itu ada yang beranggapan, bahwa ukuran keadilan itu "subyektif" dan "relatif". "Subyektif", karena ditentukan oleh manusia yang mempunyai wewenang memutuskan itu tidak mungkin memiliki kesempurnaan yang absolut. "Relatif", karena bagi seseorang dirasakan sudah adil, namun bagi orang lain dirasakan sama sekali tidak adil.

Bangsa Indonesia tetap memandang keadilan dan norma-norma kemanusiaan yang adil dan beradab sebagai sesuatu yang luhur dan suci, yang dapat member ketentraman dan ketenangan lahir dan batin, karena keadilan memang merupakan kepentingan utama dalam kehidupan manusia. Karena itu dapat dimengerti, apabila terdapat perbedaan dalam melihat takaran atau ukuran keadilan.

Memang ada bermacam-macam teori dan pandangan mengenai hukum dan keadilan yang dapat kita pelajari, namun pertanyaan praktis yang timbul adalah: Apakah anggota masyarakat yang meminta keadilan mendapat perlakuan dan pelayanan secara wajar oleh polisi, jaksa dan hakim? Apakah polisi, jaksa dan hakim melayani anggota masyarakat tersebut secara jujur dan tidak memihak? Apakah proses penangkapan, penahanan, penyidikan sampai pemeriksaan di pengadilan tidak menyimpang dari asas praduga tidak bersalah dan perlindungan hak asasi manusia? Apakah proses tersebut tetap berada pada bingkai atau pigura hukum? Saya tidak menggunakan istilah koridor hukum, walaupun istilah tersebut sering dipakai beberapa pakar hukum.

Koridor menurut tatabahasa artinya suatu lorong yang menghubungkan gedung yang satu dengan yang lain. Lorong tidak selalu lurus dan terang, tapi ada kalanya berbelok-belok yang ujungnya gelap, tidak kelihatan transparan. Kelakar sementara orang, jangan-jangan prosesnya menjadi "Uud-45" (Ujung-ujungnya duit, dikasih 4 minta 5). Keadilan pada hakekatnya merupakan perasaan yang luhur yang tidak bisa diperoleh melalui pembelian uang atau nilai kebendaan lainnya.

Oleh karena itu apabila ada orang yang membeli keadilan melalui uang atau menjual keadilan, langsung saja perasaan kita tersinggung. Nurani kita tergores. Dan, jika ini terjadi secara alamiah akan terjadi perlawanan dalam kalbu kita. Para penegak hukum harus lebih tanggap dan cekatan dalam menangani rasa keadilan masyarakat. Kendati demikian, kita tidak boleh menutup mata, bahwa proses penegakan keadilan belum lagi sepenuhnya berjalan sesuai dengan harapan kita. Itu terbukti dari masih adanya kejadian-kejadian yang merusak citra keadilan, seperti masih adanya perbuatan yang tercela dari beberapa hakim. Padahal jabatan hakim adalah jabatan yang tidak mungkin dapat dilakukan oleh siapa saja, melainkan hanya oleh orang-orang yang amat terpilih saja.

Di antara jabatan duniawi yang disebut secara terbatas di dalam Kitab Suci, adalah hakim dan karena itu tidak jauh dari maksud Kitab Suci, bahwa peradilan itu dilaksanakan "Demi Keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa." Para hakim juga sadar, bahwa berbagai ragam cobaan dan godaan akan selalu menghadang mereka yang akan mencoba mempengaruhi keteguhan imannya, dengan antara lain mau menerima imbalan sesuatu.

Apabila hal tersebut terjadi, maka putusan keadilan yang diucapkan, adalah keadilan semu dan keadilan yang tidak adil, karena didasarkan atas imbalan materi, dan tidak didasarkan atas keyakinan terhadap salah atau tidaknya seseorang. Martabat hakim akan jatuh di mata para pencari keadilan, baik karena para hakim mau menerima sesuatu malahan meminta sesuatu, ataupun karena tidak dapat mengendalikan diri dalam memimpin persidangan.

Menegakkan keadilan dan kebenaran atas dasar imbalan tertentu, sesungguhnya merupakan pekerjaan yang bersifat nista dan tidak layak dilakukan oleh seorang hakim. Itulah sebabnya dalam pertemuan CGI di Jakarta bulan November 2001, ditekankan perlunya segera dilaksanakan program reformasi di sektor peradilan. Dalam salah satu presentasi bahkan diungkapkan bahwa 75 % penduduk Indonesia berpendapat sektor peradilan adalah sektor yang korup.

Ada ungkapan yang berbunyi, What this country needs is not more judges, but more judgment. Itulah sebabnya mengapa penegakan hukum merupakan upaya menumbuhkan dan menegakkan keadilan dalam ukuran obyektif dengan alur pikir yang rasional. Jauh dari rasa emosional,
apalagi irasional, tidak berdasarkan akal yang sehat, malahan berkesan akal-akalan.

Mantan Hakim Agung Johansyah mengakui terkadang terdapat inkonsistensi putusan di Mahkamah Agung karena kelemahan administrasi dan banyaknya penafsiran hukum untuk kasus yang berbeda tapi jenis perkara yang sama. (Media Indonesia, 13 November 2002).

Beban-beban kemasyarakatan dan kenyataan-kenyataan dalam masyarakat akibat perubahan dan perkembangan masyarakat dewasa ini khususnya di bidang hukum dan keadilan, perlu diimbangi dengan sikap tanggap untuk lebih memantapkan prinsip "kembali pada hukum, keadilan dan kemanusiaan."

MANUSIA DAN BUDAYA


Buku Stephen R Covey berjudul The 8th Habit: From Effectiveness to Greatness setidaknya menjadi pemicu diskusi tentang budaya unggul akhir-akhir ini. Para cerdik cendekia pun ribut mencari apa yang sebenarnya unggul dalam diri kita dan apa memang ada keunggulan itu. Tidak main-main, bahkan Bapak Presiden merasa perlu menyampaikan kepada rakyatnya untuk melahirkan budaya unggul dalam bangsa ini. 

Dalam maksud yang sederhana, budaya unggul akan bisa memulihkan harga diri dan martabat bangsa ini menjadi bangsa yang tidak mudah dilecehkan dan diharapkan mampu mengatasi krisis berkepanjangan dan seterusnya. Jika budaya unggul bisa didiskusikan bersama seiring dengan manusia unggul, setidaknya apa yang dinyatakan oleh Covey sebagai manusia dengan predikat greatness membawa ingatan kita pada apa yang oleh filosof Jerman, Friedrich Wilhelm Nietzsche (1844-1900), dinyatakan sebagai uebermensch yang dalam bahasa Inggris sering diterjemahkan sebagai superman. Kebudayaan merupakan identitas dari manusia.

Untuk melahirkan budaya unggul, terlebih dahulu manusia harus bisa menjawab tantangan yang ada dalam dirinya sendiri. Manusia unggul tidak lahir dari situasi statis, melainkan dari proses dinamis. Tidak saja dalam pengertian bagaimana upaya menemukan talenta terbaik dalam diri seseorang, melainkan upaya untuk terus-menerus menjadi manusia yang lebih (over).

Beberapa orang menafsirkan ajaran uebermensch Nietzsche sebagai anjuran untuk memproduksi jenis manusia yang unggul dalam mengatasi kemampuan manusia lain. Namun, dalam konteks ini saya kira lebih tepat membaca uebermensch Nietzsche sebagai anjuran untuk melahirkan manusia unggul dengan cara melahirkan dirinya untuk terus-menerus menjadi manusiawi. Kata ueber, dalam bahasa Jerman mempunyai dua pengertian yang dalam bahasa Inggris bisa diasosiasikan menjadi kata super atau over.

Dalam pengertian ini, Ignas Kleden (2004) menyatakan bahwa manusia hanya akan berhasil menjadi manusia melalui proses ueberwindung atau overcoming (dalam bahasa Inggris). Anjuran untuk berproses menjadi manusia unggul sudah dinyatakan dengan amat jelas dalam Also Sprach Zarathustra. Jelas sekali ketika Nietzsche menulis bahwa pertanyaan pertama dan satu-satunya yang dianjurkan oleh Zarathustra adalah Wie Wird der Mensch ueberwubden (bagaimana caranya manusia mengatasi manusia).

Pengertiannya, untuk lahir sebagai superman, manusia harus terus-menerus mengatasi dirinya sebagai manusia. Untuk menjadi manusia unggul, manusia harus bisa meningkatkan dirinya dari sekadar manusiawi (humanus) menjadi lebih manusiawi (humanior). Manusia unggul keluar dari proses dinamis dan penuh tantangan, manusia yang bisa menggunakan kehendak dan kuasanya untuk mengatasi rasa lemahnya. Nietzsche adalah filsuf yang begitu yakin bahwa manusia harus berdiri di atas sifat-sifat konkretnya.

Manusia bukanlah suatu konsep abstrak sebagaimana dipahami oleh kaum idealis atau juga kaum materialis. Keduanya sering melahirkan pandangan-pandangan dunia yang bersifat statis. Padahal, hidup dan kehidupan itu sendiri merupakan sesuatu yang dinamis dan bergerak terus-menerus. 
Bukankah Nietzsche sendiri menyatakan, man is something that is to be surpassed (Manusia adalah sesuatu yang harus dilampaui). Atau dengan yakin ia menyatakan, what is great in man is that he is a bridge and not a goal; what is lovable in man is that he is an over- going and down-going (Apa yang agung dalam diri manusia adalah bahwa dia adalah jembatan dan bukan tujuan; apa yang patut dicinta dalam diri manusia adalah bahwa dia adalah perjalanan naik dan turun).

Melahirkan manusia unggul jangan disalahpahami hanya dengan pengertian meloloskan siswa-siswa berprestasi yang mampu merengkuh juara olimpiade fisika, matematika, atau kimia. Menjadi manusia unggul biasa dialami oleh siapa saja yang mampu mengatasi kediriannya menuju kedirian yang lebih. Sifat serakah dan senang korupsi adalah manusiawi dan bahkan menjadi bagian tak terpisah dari manusia. Untuk lahir menjadi manusia unggul, seseorang harus bergerak untuk memperbarui kemanusiawiannya menjadi lebih manusiawi dengan menjelma menjadi manusia yang tidak serakah dan senang korupsi.

Seorang pejabat akan bernilai lebih jika setiap saat dia berhasil mengawasi dan menekan nafsu korupsinya. Dalam mengarungi bahtera kehidupan yang nyata itulah manusia diberi kuasa untuk memikul tanggung jawab atas dirinya sendiri. Dia harus menciptakan nilai-nilai untuk dirinya sendiri pada saat perjalanan kehidupan tersebut.

Di sini dapat dipahami mengapa Nietzsche amat membenci pada mereka yang mudah menyerahkan diri pada skema nilai-nilai yang diciptakan di luar dirinya sendiri. Nietzsche menyebut mereka sebagai “manusia bermoral gerombolan” atau “bermoral budak”. Mereka adalah para pengecut yang hanya bisa berlindung di balik nilai-nilai yang menjerat kedigdayaannya.

“The ignorant, to be sure, the people-they are like a river on which a boat floateth along; and in the boat sit the estimates of value, solemn and disguised”. Mereka seperti sebuah sungai yang di atasnya mengambang sebuah perahu; dan di dalam perahu itu duduk nilai yang dihargai, penuh kemeriahan dan samaran.

Manusia unggul, jika mau merujuk pada Nietzsche, bisa lahir dan dilahirkan dari manusia yang tak lagi menggantungkan diri segala tekanan dari luar. Dengan tidak memperpanjang segala kontroversi pendapat Nietzsche, budaya unggul dalam perspektif ini bisa dijadikan rujukan untuk mengembalikan jati diri dan martabat kebangsaan yang hancur di tengah keserakahan modal, penguasa, utang luar negeri, bahkan terorisme.

CINTA ....


Kata-kata itu selalu terngiang ditelingaku, semua hal yang terjadi melintas difikiranku. Emang benar, saat memikirkan seseorang yang kita cintai, tak kan pernah habis waktu untuk itu. Hal itu juga membuat kita bisa kembali bersamangat dalam menjalani hidup. Menikmati hari-hari yang terasa penuh dengan beraneka warna.

Cinta….sungguh anugrah yang terindah yang diberikan Sang Pecipta pada makhluknya, tanpa cinta tak akan ada kedamaian didalam dunia.

Seperti hidupku kini, kehadiran cinta mengubah segala hal dalam hidup, lebih menghargai untuk apa dan mengapa kita hidup. Kedatangannya membuatku takkan berhenti mensyukuri nikmat Tuhan dan ingin hidup seribu tahun lagi.

Cinta..kata-katanya memberikan arti yang sangat dalam bagi insan yang sedang mengalaminya, jatuh cinta seolah menjadikan dua insan berbeda bersatu dalam naungannya. Begitu besarnya arti cinta membuat orang-orang enggan untuk berpaling darinnya.

Tapi lain halnya jika seseorang sedang berduka dengan berakhirnya hubungan ikatan cinta, memikirkan setiap kenangan merupakan hal yang sangat menyakitkan buatnya. Seolah hati teriris-iris sembilu. Ingin rasanya jiwa lepas dari raga, hanya untuk sekedar melepaskan semua kenangan yang tirtinggal saat bersamanya.

Menghapus semua kenangan yang indah bukanlah hal yang mudah, apalagi kenangan itu sangat berkesan bersama orang yang kita cintai, tapi dengan memikirkannya membuat sakit didalam hati. Setiap orang yang sedang putus cinta, pasti merasakan hal yang sama. Kepergian sang kekasih menoreh luka dalam yang terkadang perlu waktu lama untuk mengobatinya.

Begitulah cinta, datang tanpa diduga,namun terkadang pergi begitu saja. Hanya satu yang bersemayam diotakku, benarkah itu cinta? Kenapa cinta begitu mudah pergi dan hilang saat ia tak bisa ada pada satu orang?saat cinta lain datang menghampiri, mengapa cinta begitu cepat pindah kelain hati?ada apa dengan cinta?

Benarkah itu semua hanya cinta sesaat?atau hanya sebuah pencaharian cinta sebelum cinta menemukan pasangan jiwanya?

Entahlah….semua pertanyaan itu mendapatkan jawaban yang berbeda dari setiap orang yang kutemui. Bagiku cinta adalah sesuatu harta yang harus dijaga dan dipertahankan, karena hidup tiada arti tanpa cinta.

Bagai mana menurutmu? Tentang arti cinta?Adakah engkau akan memberikan jawaban atas cinta ini?

PENDERITAAN


Katakan hidup Anda berat, cobaan datang tanpa henti, ada satu pikiran yang harus kita hilangkan agar kita tetap tegar dan bahagia menghadapi kehidupan tersebut dan tidak salah arah dalam menyikapi sebuah penderitaan. 

Apakah pikiran yang harus kita hindarkan tersebut? 

Ya, ada satu paradigma yang sering membuat kita semakin menderita bila sedang dicoba dengan masalah, yaitu paradigma atau pandangan yang menganggap bahwa sebab kita mendapat masalah adalah karena kita sedang DIHUKUM akibat dosa-dosa kita. 

Jadi semakin berat masalah, semakin terpuruk kita dalam kesedihan dan penyesalan tiada habis akan kemungkinan "dosa" yang telah kita lakukan di waktu lampau kita. Semakin berat masalah, semakin panik kita akan kemungkinan dosa besar tak terampuni yang mungkin menjadi penyebab dari masalah tersebut. 

Boleh saya tenangkan diri Anda, pembaca semua, bahwa TUHAN tidak sedang menghukum kita dengan semua masalah yang terjadi pada kita. Bahwa semua penderitaan Anda bukanlah sebuah hukuman. Sekali lagi, penderitaan hidup bukan hukuman. 

Sebaliknya, dengan masalah hidup yang sedang diberikan-Nya pada kita, Tuhan sedang menyiapkan kita untuk sesuatu yang lebih besar. Masalah yang kita hadapi adalah sebuah pelajaran agar kita bisa naik kelas. Saya juga sering dicekoki petuah bahwa doa kita tidak akan terkabul bila kita banyak dosa.
Pandangan ini mungkin benar (saya bilang, cuma mungkin), tapi pandangan ini SANGAT SEMPIT dan dengan gegabah telah berani-beraninya menafsirkan maksud baik Tuhan. 

Arti kata Rabb atau Tuhan dalam kata Allah sebagai Rabbul'alamin alias Tuhan Semesta Alam, andaikata kita tahu, sebenarnya mengandung makna YANG MAHA KUASA MENDIDIK, MENUMBUHKAN & MENJAGA. (Sumber: Al Qur'an & Terjemahnya, Revisi Terbaru, Departemen Agama RI, juz 1, hal 3) Artinya, dengan segala yang DIA takdirkan untuk terjadi pada kita, DIA pada esensinya sedang MENDIDIK kita agar kita bisa TERUS BERTUMBUH. 

Karena memang itulah tujuan Tuhan menaruh kita di dunia ini, agar kita LEARN and GROW from the lessons that HE gives us. Agar kita manusia ini belajar dari semua pengalaman hidupnya dan karenanya bisa tumbuh dan berkembang menjadi sosok yang lebih baik. Dan sesungguhnya, apapun yang terjadi pada kita, kita selalu ada dalam penjagaan Tuhan

Senantiasa bala` (cobaan) menimpa seorang mukmin dan mukminah pada tubuhnya, harta dan anaknya, sehingga ia berjumpa dengan Allah dalam keadaan tidak memiliki dosa. (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, dan lainnya, dan dinyatakan hasan shahih oleh Asy-Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi, 2/565 no. 2399)

Seorang yang ditimpa musibah hendaklah tahu bahwa di setiap sudut kampung dan kota bahkan setiap rumah, ada orang yang tertimpa musibah. Di antara mereka ada yang terkena musibah sekali dan ada pula yang berkali-kali. Hal itu tidak terputus sampai seluruh anggota keluarga terkena semua. Dengan demikian ia akan merasakan ringannya musibah karena menyadari bukan hanya dia saja yang terkena cobaan.

Jika melihat ke kanan, ia tidak melihat kecuali orang yang terkena musibah. Dan jika melihat ke kiri, ia tidak melihat kecuali orang yang sedih. Bila orang yang terkena musibah tahu bahwa jika dia memerhatikan alam ini tidaklah ia melihat kecuali di tengah-tengah mereka ada yang terkena musibah, baik dengan lenyapnya sesuatu yang dicintai atau tertimpa dengan sesuatu yang tidak mengenakkan. 

Maka dia akan tahu bahwa kebahagiaan dunia hanyalah seperti mimpi dalam tidur atau bayangan yang lenyap. Jika kesenangan dunia membuat tertawa sedikit, ia akan menjadikan tangis yang banyak. Dan tidaklah suatu rumah dipenuhi keceriaan kecuali suatu saat akan dipenuhi ratap tangis. Muhammad bin Sirin berkata: “Tiada suatu tawa kecuali setelahnya akan datang tangis.”